Keberadaan
permukiman penduduk sebenarnya tidak asal berdiri. Orang pertama
yang mendirikan rumah (sebagai cikal bakal permukiman) pasti memiliki alasan
tertentu untuk memilih tempat atau lokasi sehingga mendirikan rumah di sana.
Kemudian alasan tersebut diikuti
oleh oleh anak-menantunya, saudara-saudaranya, dan berdatanganlah
orang lain untuk ikut berkumpul dalam perkampungan tersebut. Perintis permukiman di
perdesaan atau perkampungan antara lain dalam memilih tempat setidaknya
didasarkan pada:
1) Kemudahan
mendapat air, karena semua orang butuh air. Pola permukiman yang
nampak sekali mendekati sumber mataair
adalah di daerah gurun yaitu mengelilingi Oase.
2)
Terdapat
tanah-tanah yang subur, misalnya di sekitar lahan-lahan pertanian subur,
hal ini karean terkait dengan pemenuhan
bahan pangan penduduknya.
3)
Dekat
dengan lahan-lahan garapannya. Ada tiga pola permukiman yang dekat
dengan lahan garapannya yaitu (a)
bergerombol berdekatan dengan tanah pertanian
(Nucleated Agricultural Village
Community), (b) memanjang sungai dengan lahan
pertanian di belakang permukiman (Line
Village Commmunity), (c) Permukiman
tersebar di daerah pertanian (Open
Country or trade center community)
4)
Tidak
ada faktor penghalang untuk mendirikan bangunan. Daerah yang tidak ada
faktor penghalang untuk mendirikan
bangunan merupakan pilihan utama bagi
permukiman, misalnya daerah yang relatif
datar.
5)
Mudah
melakukan mobilitas termasuk ke tempat pekerjaannya.
6)
Memiliki
beberapa fasilitas sosial seperti pendidikan, rumah sakit, dan sarana
hiburan.
7)
Harga
yang murah menjadi pertimbangan untuk memilih tempat tinggal. Bagi
sebagian besar penduduk masih
menggunakan ukuran harga sebagai pertimbangan
utama untuk menentukan pilihan tempat
tinggal, meskipun faktor lainnya kurang
mendukung.
8)
Pengaruh
dari berbagai macam aturan tata ruang di perkotaan. Permukiman di
perkotaan banyak dipengaruhi oleh aturan
tata ruang, artinya alasan orang
bermukim pada suatu daerah bisa jadi
akibat adanya aturan tata ruang. Di perkotaan
tumbuh permukiman-pemukiman yang sengaja
ditempatkan melalui kebijakan tata
ruang kota. Karena itu persebaran
permukiman di perkotaan sebenarnya banyak
dipengaruhi aturan kebijakan.
Pola permukiman
penduduk misalnya akan mengikuti alur sungai, mengikuti alur jalan, dan
memanjang garis pantai, ada pula yang memiliki pola memusat dan terpencar. Pola
permukiman yang memusat terjadi akibat dari adanya pusat-pusat kegiatan
penduduk untuk mencari nafkah. Misalnya adanyalokasi pertanian, perikanan,
peternakan, pertambangan, kehutanan, industri,perkantoran, dan lain-lain.
Perkampungan yang memusat selain disebabkan oleh karena mendekati tempat
pekerjaannya, tetapi juga oleh karena ada sumber alam yang menguntungkan.
Dibawah ini akan dijelaskan mengenai
analisis suatu tempat agar kita memahaminya dengan baik.
1.
Tempat sebagai suatu konsep yang
terikat pada suatu lokasi dalam ruang
Dalam
geografi, tempat yang diartikan sebagai suatu lokasi dalam ruang
(permukaan
bumi) akan diikatkan pada suatu titik koordinat berdasarkan titik lintang
dan bujur dalam tata koordinat bumi
2.
Tempat sebagai suatu wilayah dapat membentuk suatu
pola
Tempat
sesuatu yang terpilih dan dipertimbangkan berdasarkan pemikiran rasional
umumnya
akan membentuk suatu pola. Jika tersebar dalam ruang, temt-tempat
tertentu
dapat membuat suatu jaringan yang terpadu. Dalam mengkaji tempat, orang
dapat
menganalisisnya berdasarkan pola sebarannya, pola keterkaitannya, dan pola
ketergantungannya.
3.
Pola dan hubungan antar tempat geografi
Pada
peta kita dapat mengidentifikasi suatu pola tertentu. Pada sejumlah disiplin ilmu
seperti planologi (perencanaan wilayah), hidrologi, dan biogeografi sangat berkepentingan
mempelajari pola-pola tertentu pada peta. Dalam planologi dikenal pola
pengembangan
wilayah kota dan desa.
Pola persebaran
di atas terkait dengan objek geografi lain misalnya, pola permukiman yang
memanjang sungai. Hal tersebut menandakan bahwa pola kehidupan
masyarakat kampung tersebut
sangat tergantung dengan aliran sungai, misalnya untuk memenuhi kebutuhan
mencuci, kebutuhan sarana transportasi, mencari penghidupan(mencari ikan), dan
lain-lain.
Hubungan antara
objek geografi dapat pula digambarkan antara adanya tempat sesuatu membuktikan
adanya sesuatu di tempat sekitarnya. Ketika ada delta di muara sungai, maka
dapat dipastikan bahwa di daerah hulu sungai mengalami erosi lahan yang kuat.
1.
Menentukan Tempat untuk kegiatan Industri
Penerapan
ilmu menentukan tempat atau lokasi, banyak dikaji oleh para perencana
wilayah
dalam kegiatan industri. Banyak teori lokasi yang digunakan untuk menentukan
lokasi
industri. Pengambilan keputusan untuk memilih lokasi merupakan kerangka kerja
yang
prospektif bagi pengembangan suatu kegiatan yang bersifat komersil, yaitu
pemilihan
lokasi-lokasi yang strategis, artinya lokasi itu memiliki atau
memberikan
pilihan-pilihan
yang menguntungkan dari sejumlah akses yang ada. Semakin strategis
suatu
lokasi untuk kegiatan industri, berarti akan semakin besar peluang untuk meraih
keuntungannya.
Jadi, tujuan dari penentuan lokasi industri yaitu untuk memperbesar
keuntungan
dengan menekan biaya produksi dan meraih pasar yang besar dan luas.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi atau perlu diperhitungkan dalam menentukan
lokasi industri dinamakan faktor
lokasi, yaitu sebagai berikut:
•
Bahan mentah, merupakan kebutuhan pokok dalam
kegiatan industri, sehingga harus
selalu
tersedia dalam jumlah besar demi kelancaran produksi.
•
Modal, peranannya sangat penting untuk
kelancaran kegiatan produksi, baik dalam
pengadaan
bahan mentah, upah kerja dan biaya produksi lainnya.
•
Tenaga kerja, merupakan tulang punggung
kelancaran proses produksi, baik jumlah
maupun
keahliannya.
•
Sumber energi, kegiatan industri memerlukan
sumber energi, baik berupa energi
listrik,
BBM dan gas.
•
Transportasi dan komunikasi, lokasi industri
harus dekat dengan prasarana dan
sarana
angkutan atau perhubungan dan komunikasi, seperti jalan raya, jalan kereta
api
dan pelabuhan untuk memudahkan pengangkutan hasil industri dan bahan
mentah,
serta telepon untuk memudahkan arus informasi.
•
Pemasaran, lokasi industri harus menjangkau
konsumen sedekat mungkin agar hasil
produksi
mudah dipasarkan.
•
Teknologi, penggunaan teknologi yang kurang tepat
guna dapat menghambat
jalannya
suatu kegiatan industri.
•
Peraturan, peraturan atau perundang-undangan sangat
penting demi menjamin
kepastian
berusaha dan kelangsungan industri. seperti peraturan tata ruang, fungsi
wilayah,
UMR, perijinan, sistem perpajakan dan sebagainya,
•
Lingkungan, faktor lingkungan yang kurang kondusif
selain menghambat kegiatan
industri
juga kurang menjamin keberadaannya. Misalnya keamanan, jarak ke lokasi
pemukiman,
polusi atau pencemaran, dan sebagainya.
•
Iklim dan sumber air, menentukan
kegiatan industri, artinya keadaan iklim dan
ketersediaan
sumber air jangan sampai menghambat kegiatan produksi.
Beberapa teori
yang cukup terkenal dalam memilih lokasi antara lain teori lokasi
industri dari Alfred Weber (least
cost location). Isi teori Weber adalah bahwa lokasi industri-industri dipilih
di tempat-tempat yang biayanya paling minimal (least cost location).
Teori ini dapat diterapkan jika terpenuhi kriteria prakondisi sebagai berikut:
1)
memiliki
wilayah yang seragam dalam hal topografi, iklim, dan penduduknya
2)
adanya
sumberdaya atau bahan mentah yang cukup
3)
adanya
upah buruh yang telah baku yaitu sama di mana-mana (seperti Upah
Minimum
Regional –UMR).
4)
biaya
transportasi tergantung dari bobot bahan mentah yang diangkut dan jarak antara
bahan mentah dan
lokasi pabrik.
5)
terdapatnya
kompetisi antar industri dalam pasar bebas.
6)
manusia
yang terlibat di dalamnya bebas menggunakan berfikir rasional.
Weber dalam
mengembangkan teorinya menggunakan segitiga bobot yang sudutsudutnya
menunjukkan perbandingan bobot material-material
yang diangkut. Ahli teori
lokasi ini menggunakan tiga
faktor atau variabel penentu dalam analisa teorinya, yaitu
titik material bahan baku, titik
konsumen dan titik tenaga kerja. Ketiga faktor tersebut
diukur dengan
ekuivalensi ongkos transport.
Teori lokasi lainnya adlah
Teori lokasi industri optimal dari Losch. Losch menulis teorinya dalam buku Economics of Location terbitan tahun
1954. Teorinya berdasarkan permintaan (demand)
yang memiliki asumsi bahwa lokasi optimal dari suatu pabrik atau industri
adalah dimana yang bersangkutan dapat menguasai wilayah pasaran yang terluas,
dengan demikian menghasilkan paling banyak pendapatan. Teori Losch sebenarnya
hanya memperkuat teori tempat yang sentral dari Walter Christaller yang
dipublikasikan tahun 1933.
Teori ini (dan juga teori
tempat yang sentral dari Walter Christaller)vdalam membangun teorinya
mengasumsikan bahwa permukaan lahan di anggap datar dan homogen dan selalu di
suplai oleh pusat (industri) karena adanya permintaan secara merata. Teori ini
mengatakan bahwa volume penjualan akan meningkat karena para industrialis akan
menjual barangnya dengan harga yang lebih murah, sedangkan ketempat yang jauh
akan lebih mahal karena harus menutup ongkos extra dari transportasi
masing-masing.
Sistem
Keruangan sebagai pendekatan
dalam ilmu geografi
Tempat
dan ruang dalam ilmu geografi merupakan objek studi yang utama.
Pada gilirannya
karena sistem keruangan merupakan yang terintegrasi dan mampu menyelesaikan
masalah yang terjadi dalam ruang maka keruangan dianggap sebagai suatu
pendekatan dalam ilmu geografi.
Menurut
R. Bintarto, analisa keruangan mempelajari perbedaan lokasi mengenai
sifat-sifat
penting. Ahli geografi akan bertanya faktor-faktor apakah yang menguasai
pola penyebaran
dan bagaimanakah pola tersebut dapat diubah agar penyebarannya
menjadi lebih
efisien dan lebih wajar. Dengan kata lain dapat diutarakan bahwa dalam
analisa
keruangan yang harus memperhatikan penyebaran penggunaan ruang yang telah
ada dan kedua,
penyediaan ruang yang akan digunakan untuk berbagai kegunaan yang
dirancangkan.
Dalam
analisa keruangan ini dapat dikumpulkan data lokasi yang terdiri dari
data titik (point
data) dan data bidang (areal data). Yang digolongkan ke dalam data
titik adalah
data ketinggian tempat, data sampel batuan, data sampel tanah dan
sebagainya. Yang
digolongkan ke dalam data bidang misalnya luas hutan, luas daerah
perkebunan, data
luas pertanian padi, dan lain-lain.
Dalam
mempelajari ruang dan persebaran fenomena geografi, pemahaman kita
yang paling
penting adalah teori difusi. lstilah difusi telah banyak dibicarakan dalam
fisika, biologi,
sosiologi, ekologi dan sebagainya. Dalam istilah sehari-hari difusi berarti
pemencaran,
penyebaran, atau penjalaran, seperti penyebaran berita dan mulut ke mulut,
penjalaran
penyakit dan suatu daerah ke daerah lain, penyebaran kebudayaan dan suatu
suku ke suku
yang lain.
Dalam geografi,
difusi mempunyai dua arti yang berbeda. Pertama, difusi
ekspansi (expansion diffusion)
yaitu suatu proses di mana material atau informasi
menjalar melaiui suatu populasi
ke populasi lain dan dari suatu daerah ke daerah yang
lain. Dalam proses ekspansi ini
informasi atau material yang didifusikan tetap dan
kadang-kadang menjadi lebih
intensif di tempat asalnya tetap ada dan kadang-kadang
lebih intensif.
Kedua, difusi penampungan (relocation
diffusion). Jenis difusi ini merupakan
proses yang sama dengan penyebaran
keruangan di mana informasi atau material yang
didifusikan meninggalkan daerah
yang lama dan berpindah atau ditampung di daerah
yang baru. Ini berarti bahwa
anggota dari populasi pada waktu itu berpindah letaknya
dari waktu wi hingga waktu w2. Perpindahan
penduduk dari suatu tempat ke tempat lain
dengan meninggalkan tempat yang
lama dan (ditampung oleh tempat yang baru oleh
karena bencana gunung berapi
dapat digolongkan ke dalam difusi penampungan
(Bintarto, 1987)
Difusi ekspansi
masih dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu: 1. difusi
menjalar (contagious diffusion)
di mana proses menjalarnya terjadi dengan kontak yang
langsung antar manusia atau antar
daerah, misalnya menjalarnya penyakit melalui
kontak antar manusia. Proses mi
sangat tergantung kepada jarak oleh karena semakin
dekat jarak antar manusia atau
antar daerali berarti semakin mudah kontak terjadi. Oleh
karena itu difusi menjalar
mempunyai kecenderungan untuk menjalar secara sentrifugal
dan daerah sumbernya.
Difunsi yang
lain adalah difusi kaskade yaitu proses penjalaran atau penyebaran fenomena
melalui beberapa tingkat atau hirarki. Proses ini adalah proses yang terjadi
pada difusi pembaharuan (diffusion
of innovations) misalnya proses pembaharuan yang
dimulai dan kota besar hingga ke
pelosok. Difusi kaskade selalu dimulai dari tingkat
atas dan kemudian menjalar ke
tingkat bawah, misalnya penjalaran atau penyebaran
penggunaan komputer yang dimulai
dari kota besar kemudian menjalar ke tepi kota dan
akhirnya sampai ke desa. Apabila
proses penjalaran tersebut dimulai dari tingkat bawah
maka difusi tersebut dinamakan
difusi hirarki (hierarchic diffusion).
Unsur-unsur dalam proses difusi
Banyak ahli
geografi tertarik pada studi difusi yang bersumber kepada karya ahli
geografi Sweden Torsten
Hagerstrand dan kawan-kawannya dari Universitas Lund.
Karya Hägerstrand berjudul
Spatial Diffusion as an Innovation Process, diterbitkan di
tahun 1953 di Sweden. Karya ini
membincangkan tentang penjalaran atau penyebaran
beberapa movasi pertanian seperti
cara pengawasan tuberculose yang terdapat pada
sejenis sapi di suatu daerah di
Sweden Tengah.
Pada analisa Hagerstrand tentang
difusi keruangan terdapat enam unsur, yaitu:
1.
daerah
(area) atau lingkungan di mana proses difusi terjadi.
2.
waktu
(time), di mana difusi dapat terjadi terus-menerus atau dalam waktu yang
terpisah-pisah. Hagerstrand
menggolong-golongkan waktu dalam periode-peniode
tertentu seperti hari atau tahun, di
mana nol menunjukkan titik awal dan suatu difusi
sedangkan wi, w2, w3 dan sebagainya
menunjukkan periode yang berurutan.
3.
item
yang di-difusi-kan. Item tersebut dapat berbentuk material seperti penduduk,
pesawat televisi, pesawat radio, pupuk
dan dapat pula berbentuk non-material
seperti tingkahlaku, penyakit, pesan dan
lain sebagainya. Item-item tersebut
berbeda-beda dalam derajad untuk dapat
dipindahkan, untuk dapat diteruskan atau
untuk dapat diterima.
4.
tempat
asal
5.
tempat
tujuan
6.
jalur
perpindahan yang dilalui oleh item yang didifusikan