Minggu, 22 April 2012

Konsep Ruang dan Pemanfaatannya

KONSEP RUANG DAN PEMANFAATANNYA

1.      Ruang menurut geografi
Ruang dalam pandangan geografi dapat dinamai berdasarkan topik, aktivitas manusia dan regional. Atas dasar itu, kelak dalam ilmu geografi akan menggunakan pendekatan keruangan dalam berbagai studinya.
Dari penyebaran pendduk kita dapat juga mengungkapkan interelasinya dengan keadaan kesuburan tanah , dengan keadaan hidrografi, dengan keadaan komunikasi-transportasi, keadaaan tinggi rendahnya permukaan, dan faktor-faktor geografi lainnya. Dengan demikian, kita akan dapat pula membuat suatu deskripsi tentang aktifitas penduduk tadi berdasarkan penyebarannya dalam ruang, dan berdasarkan interelasi keruangannya dengan gejala-gejala lain serta dengan msalah sebagai sistem keruangan.
Berdasarkan pengertian region, pendekatan regional berarti pendekatan suatu gejala atau suatu masalah dan region atau wilayah tempat masalah atau gejala tadi tersebar.
Berdasarkan penyebarannya nanti, kita akan dapat pula mengungkapkan apa sebabnya kelaparan itu terjadi di region yang bersangkutan. Dengan demikian, selanjutnya kkita akan dapat menungkapkan intelerasi dan interaksi gejala kelaparan itu dengan gejala-gejala yang lain pada ruang atau region yang sama.

2.      Ruang menurut ekologi
Ekologi khususnya ekologi manusia berkenaan dengan interelasi antara manusia dengan lingkungannya yang membentuk suatu sistem ekologi atau ekosistem. Prinsip dan konsep yang berlaku pada bidang ilmu ekologi sebenarnya tidak jauh berbeda dengan geografi dalam memandang aspek ruang. Menurut ekologi, ruang dipelajari, ditelaah dan dianalisis sebagai sesuatu gejala atau sesuatu masalah dengan menerapkan konsep dan prinsip  ekologi.
Ruang menurut ekologi  sebagai suatu bentuk ekosistem hasil hubungan dan penyesuaian antara penyebaran dan naktifitas manusia dengan lingkungannya pada area atau daerah tertentu. Interelasi manusia dengan alam lingkungan sekitarnya didekati atau dikaji berdasarkan konsep dan prinsip ekologi.
Sebagai sebuah ekosistem, suatu ruang dipandang atau diarahkan kepada hubungan antara manusia sebagai makhluk hidup dengan lingkungan alamnya. Pada pendekatan ekologi suatu daerah pemukiman, daerah tersebut ditinjau segai suatu bentuk ekosistem hasil interaksi peyebaran dan aktivitas manusia dengan lingkungan alamnya. Demikian juga jika kita mengkaji daerah daerah pertanian, perindustrian, perkotaan, dan lain-lain.

3.      Ruang menurut ilmu wilayah
Berdasarkan konsep perwilayahan, ruang pemukiman bumi di batasi oleh pleh keadaan fisik, sosial, dan batas administrasi pemerintah. Jika satu kesatuan alam permukaan bumi menunjukan ciri-ciri yang relatif sama maka dinamakan ruang geografi (space). Ciri-ciri yang relatif sama tersebut misalnya seragam dalam hal keadaan fisik permukaannya, kebudayaan masyarakatnya mempunyai ciri yang khas, dan ruang tersebut menunjukan suatu sistem kehidupan dalam keterikatan yang kentara. Ruang geografi yang mempunyai ciri khas tertentu disedbut wilayah (region).
Dalam geografi, kesatuan wilayah dapt ditentukan berdasarkan pada sejumlah region. Contoh region yang dicitikan unsur fisik antara lain wilayah geologi, wilayah tubuh atau jenis tanah, wilayah vegetasi, dan lain-lain. Sedangkan wilayah yang namanya didasarkan pada sosial budaya manusia, misalnya wilayah ekonomi, wilayah sejarah, wilayah perkotaan, wilayah perdesaan, dan lain-lain.
Suatu wilayah dapat ditentukan dalam ukuran yang luas tetapi dapat pula dalam ukuran yang lebbih sempit tergantung dari kerincian dalam mengidentifikasi kesanaan atau keseragamannya. Contoh wilayah yang luas misalnya wilayah Asia tenggara dan Eropa barat. Wilayah tersebut memiliki karakteristik yang khas. Relatif memiliki keseragaman budaya, keseragaman tingkat peradaban, dan lain-lain.
Dalam skala yang lebih kecil, ukuran wilayah dapat pula  ditentukan. Di pulai Jawa memiliki wilayah-wilayah yang dapat dibedakan baik secara fisik maupun sosial budaya masyarakat. Secara fisik misalnya ada wilayah geologi banten, wilayah geologi zone Bandung, dan lain-lain. Secara sosial budaya kita juga mengenal wilaya Pantura (pantai utara Jawa) , wilayah kebudayaan Pesundan, dan lain-lain. Pewilayahan macam itu disebut pewilayahan secara formal karena mengidentifikasikan wilayah dengan menunjukan obyek-obyek yang ada pada wilayah tersebut.
Tidak semua wilayah dapat digambar pada peta tematik dengan tegas, karena mengalami kesulitan dalam menarik garis yang sebenarnya. Contohnya wilayah Pantura merupakn wilayah yang relatif sulit ditentukan karena batas wilayah Pantai Utara Jawa tidak seluruhnya memiliki ciri yang seragam atau homogen.
Selain wilayah formal, ada pula yang disebut wilayah fungsional atau wilayah nodus yaitu suatu bagian dari pemukiman bumi, dimana beberapa keadaan alam yang berlawanan memungkinkan timbulnya bermacam-macam kegiatan.
Contoh wilayah misalnya di suatu wilayah lereng pada sebuah gunung mulai dari lereng atas sampai dengan lereng kaki, disambung dengan daerah daratan rendah hingga akhirnya ketepi sebuah pantai. Penduduk di lereng atas hudup dari kehutanan, penduduk di lereng di bawahnya hidup dari perkebunan, penduduk di lereng bawah hidup dari pertanian, penduduk yang berada di daratan mungkin perkotaan dan hidup dari usaha pelayanan jasa, sedangkan penduduk yang berada di tepi laut hidup sebagai nelayan.
Dalam wilayah fungsional, semua komponen dapat diperhitungkan peranan dan hubungan kegiatan antara komponen tersebut. Wilayah formal sebagaimana telah dijelaskan dapat disebut “wilayah fungsional” asalkan komponen yang berada dalam wilayah tersebut diperhitungkan keterkaitan dan perannya masing-masing. Karena itu dalam wilayah fungsional, hal yang khas dari ciri wilayah bukan didasarkan atas keseragaman atau kesamaannya tetapi dalam wilayah fungsional, beberapa kegiatan yang berbeda menjadi komponen-komponen yang menciptakan suatu sistem kehidupan wilayah fungsional.

4.      Ruang menurut ilmu perencanaan wilayah
Kota adalah suatu ruang atau wilayah dipermukaan bumi yang sebagian besar arealnya terdiri atau wujud hasil budaya manusia serta pusat pemusatan penduduk yang tinggi dengan sumber mata pencaharian diluar sektor pertanian.
Ilmu planologi berkepentingan dalam memahami ruang sebagai sesuatu hal yang berisi sarana dan prasarana untuk mendukung kehidupan manusia. Kota sebuah bentang ruang budaya adalah ditimbulkan oleh unsur-unsur alamiah dan non alamiah dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah belakangnya.
Pendapat ahli seperti Dickinon menyebutkan bahwa kota adalah suatu pemukiman yang bangunan rumahnya rapat dan penduduknya bernafkah bukan pertanian. Ray Northam menyebutkan bahwa kota adalah suatu lokasi dimana kepadatan penduduk lebih tinggi dibandingkan dengan populasi, sebagian besar penduduk tidak tergantuk pada sektor pertanian atau aktivitas ekonomi primer lainnya, dan pusat kebudayaan administratif dan ekonomi bagi wilayah disekitarnya.
Adanya berbagai fasilitas dan beragamnya aktivitas masyarakat kota membentuk struktur kota yang berbeda dengan struktur di desa. Johara (1986) menyebutkab segala yang dibangun di daerah kota, baik oleh alam seperti bukit, gunung dan sebagainya, maupun oleh manusia seperti gedung dan pabri, biasanya tersembul dari permukaan bumi dianggap sebagai suatu struktur ruang kota.
Struktur ruang wilayah perkotaan, baik di negara kita mauoun di negara-negara lain ternyata memperlihatkan bentuk-bentuk tertentu. Contohnya di pulau Jawa, hampir semua kota di pusatnya selalu ada Alun-alun.
Kota yang terletak di permukaan bumi yang mempunyai berbagai rintangan alam seperti pegunungan, perbukitan, lembah, sungai dan lain-lain, dalam perkembangannya akan selalu menyesuaikan diri dengan keberadaan fisik wilayahnya sehingga kota berbentuk tidak teratur dan menimbulkan kesan sebagai kota yang tidak terencana
Akhirnya dari masing-masing pengertian  tentang ruang ternyata memiliki fungsi yang berbeda-beda walaupun pada akhirnya memiliki tujuan yang sama yaitu untuk diklasifikasikan sesuai fungsinya sehingga dapat dilakikan pengaturan ruang agar lebih nyaman, berguna dan dapat berkelanjutan.

Model Pembelajaran Jigsaw

A.    Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam
Dalam pembelajaran IPA mencakup semua materi yang terkait dengan objek alam serta persoalannya. Ruang lingkup IPA yaitu makhluk hidup, energi dan perubahannya, bumi dan alam semesta serta proses materi dan sifatnya.
Srini M. Iskandar (2001: 2), kata IPA merupakan singkatan kata “Ilmu Pengetahuan Alam”. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan terjemahan dari kata-kata Bahasa Inggris “Natural Science”. Natural artinya alamiah, berhubungan dengan alam. Science artinya ilmu pengetahuan. Jadi “Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau science secara harfiah adalah ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam.”
Leo Sutrisno, Hery Setyadi & Kartono (2007: 1-19), menyatakan ” IPA merupakan usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat (correct) pada sasaran, serta menggunakan prosedur yang benar (true) dan dijelaskan dengan penalaran yang sahih (valid) sehingga dihasilkan kesimpulan yang betul (truth).
Pendidikan IPA menjadi suatu bidang ilmu yang memiliki tujuan agar setiap siswa terutama yang ada di SD memiliki kepribadian yang baik dan dapat menerapkan sikap ilmiah serta dapat mengembangkan potensi yang ada di alam untuk dijadikan sebagai sumber ilmu dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian pendidikan IPA bukan hanya sekedar teori akan tetapi dalam setiap bentuk pengajarannya lebih ditekankan pada bukti dan kegunaan ilmu tersebut. Bukan berarti teori-teori terdahulu tidak digunakan, ilmu tersebut akan terus digunakan sampai menemukan ilmu dan teori baru. Teori lama digunakan sebagai pembuktian dan penyempurnaan ilmu-ilmu alam yang baru. Hanya saja teori tersebut bukan untuk dihafal namun di terapkan sebagai tujuan proses pembelajaran.Melihat hal tersebut di atas nampaknya pendidikan IPA saat ini belum dapat menerapkannya.


Perlu adanya usaha yang dilakukan agar pendidikan IPA yang ada sekarang ini dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan awal yang akan dicapai, karena kita tahu bahwa pendidikan IPA tidak hanya pada teori-teori yang ada namun juga menyangkut pada kepribadian dan sikap ilmiah dari peserta didik. Untuk itu maka kepribadian dan sikap ilmiah perlu ditumbuhkan agar menjadi manusia yang sesuai dari tujuan pendidikan.
Dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan pengetahuan dari hasil kegiatan manusia yang diperoleh dengan menggunakan langkah-langkah ilmiah yang berupa metode ilmiah dan dididapatkan dari hasil eksperimen atau observasi yang bersifat umum sehingga akan terus di sempurnakan.

B.     Pembelajaran Tipe Jigsaw
Dalam era global, teknologi telah menyentuh segala aspek pendidikan sehingga, informasi lebih mudah diperloleh, hendaknya siswa aktif berpartisipasi sedemikian sehingga melibatkan intelektual dan emosional siswa didalam proses belajar. Keaktifan disini berarti keaktifan mental walaupun untuk maksud ini sedapat mungkin dipersyaratkan keterlibatan langsung keaktifan fisik dan tidak nya berfokus pada satu sumber informasi yaitu guru yang hanya mengandalakan satu sumber komunikasi. Seringnya rasa malu siswa yang muncul untuk melakukan komunikasi dengan guru, membuat kondisi kelas yang tidak aktif sehingga berpulang pada rendahnya prestasi belajar siswa. Maka perlu adanya usaha untuk menimbulkan keaktifan dengan mengadakan komunikasi yaitu guru dengan siswa dan siswa dengan rekannya. Salah satu pembelajaran yang ditawarkan adalah kooperatif tipe jigsaw.
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends, 2001).|Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et. al. sebagai metode Cooperative Learning. Teknik ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara.
Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends, 1997).
Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie, A., 1994).
Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topic pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim / kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.
Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.
Metode atau model pembelajaran jigsaw adalah sebuah tehnik pembelajaran kooperatif dimana siswa, bukan guru, yang memiliki tanggung jawab lebih besar dalam pelaksanaan pembelajaran. Adapun tujuan dari medel pembelajaran jigsaw ini adalah untuk mengembangkan kerja tim, ketrampilan belajar kooperatif, dan menguasai pengetahuan secara mendalam yang tidak mungkin diperoleh bila mereka mencoba untuk mempelajari semua materi sendirian.
C. Langkah-langkah dalam penerapan teknik Jigsaw adalah sebagai berikut :
  • Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli (Counterpart Group/CG). Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok Jigsaw (gigi gergaji). Misal suatu kelas dengan jumlah 40 siswa dan materi pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli maupun kelompok asal.
  • Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.
  • Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.
  • Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya.
  • Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran.
Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan Jigsaw untuk belajar materi baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai


D . Karakteristik Pelaksanaan Teknik Jigsaw
a. Tinjau
an Kurikulum
Tujuan Teknik jigsaw
Relevansi pada kurikulum
A
Memperkaya variasi teknik 
pembelajaran
Pemilihan pendekatan/ metode, 
Media dan simber belajar hendaknya disesuaikandengan karakteristikmateri
B
Memupuk rasa ketergantungan positif dalam kelompok
Strategi yang melibatkan siswa aktif belajar baik secara mental, fisik ataupun sosial.
C
Memberi kesempatan berlatih memahami konsep dengan teman-temannya

D
Berlatih menyampaikan informasi kepada temannya
Sikap kritis, terbuka dan konsisen
b. Tinjauan Praktik
Secara pratek keberhasilan dan kegagalan belajar dapat dilihat dari nilai yang diperoleh siswa. Ditijau dari komponen-komponen penilaian, hampir seluruhnya diambil dari faktor kognitif siswa. Sebaiknya penerapan jigsaw bertujuan tidak hanya melatih kognitif saja, tetapi juga afektif dan psikomotor.
Menurut Ibrahim (2000) bahwa manfaat pembelajar kooperatif termasuk teknik jigsaw:(1) meningkatkan pencurahan waktu pada tugas,(2) menghargai diri menjadi lebih tinggi,(3) memperbaiki sikap terhadap metematika.(4) memperbaiki kehadiran,(5) penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar,(6) prilaku mengganggu lebih kecil,(7) konflik antar pribadi berkurang dan (8) meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi.

Untuk mengukur kemajuan belajar siswa tersebut, tampaknya pedoman penilaian untuk raport belum dapat mencakup semua aspek secara keseluruhan satu-satunya peluang untuk memasukkan nilai kemajuan belajar siswa dari hasil pengamatan teknik jigsaw adalah nilai tugas. Bila diperhatikan rumus-rumus tadi, peranan nilai tugas sangat kecil,sehingga kemajuan-kemajuan belajar yang bukan bersifat kognitif cenderung diabaikan pada penilaian raport.
c. Tinjauan Pengalaman
Pelaksanaan teknik jigsaw pada tahap ini sangat sukar. Tidak semua pokok bahasan dapat dengan mudah disajikan dengan menggunakan teknik ini, sebab,pokok bahasa tersebut dapat dibagi-bagi menjadi beberapa bagian yang setara, padahal materi, Matematika kebanyakan bersifat hirarki. Beberapa prilaku siswa yang menjadi pada saat proses pembelajaran antara lain: (a) motivasi belajar lebih tinggi, (b) kepedulian terhadap teman meningkat, (c) memperbaiki kehadiran, (d) berusaha sampai dapat memahami tugasnya,dan (e) sedikit demi sedikit mau membuka diri. Setelah akhir pembelajaran dilakukan ulangan,harian yang ternyata hasilnya menunjukkan nampak pada peningkatan yang signifikan jika dibanding dengan pembelajaran klasikal.
3. Tahap Pemantapan / Drill
Pada tahap ini, pelaksanaan jigsaw lebih sering dilakukan karena guru lebih mudah merencanakan problem-problem (kuis). Siswa memiliki informasi selain itu, motifasi siswa cukup tinggi karena mereka akan manghadapi ulangan harian. Pelasanaan teknik jigsaw pada tahap ini siswa lebih aktif, hal ini dapat dilihat dari meningkatkan  frekuensi siswa yang berinteraksi dengan sesama keterbukaan siswa juga semakin meningkat, misalnya ada siswa yang mengetahui bahwa dirinya salah. Meningkatnya kepercayaan diri siswa juga ada. Hal ini terbukti dengan adanya siswa yang berani menyalahkan hasil kerja siswa lain. Suasana kerjasama betul-betul tampak saling membantu dan hasil ulangan harian terbukti ada peningkatan Sifat dan perubahan wujud benda.
E.  Kekurangan  dan Keunggulan tife Jigsaw
Dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidaklah selalu berjalan dengan mulus meskipun rencana telah dirancang sedemikian rupa. Hal-hal yang dapat menghambat proses pembelajaran terutama dalam penerapan model pembelajaran Cooperative Learning diantaranya adalah sebagai berikut :
1.   Kurangnya pemahaman guru mengenai penerapan pembelajaran Cooperative Learning.
2.   Jumlah siswa yang terlalu banyak yang mengakibatkan perhatian guru terhadap proses pembelajaran relatif kecil sehingga yang hanya segelintir orang yang menguasai arena kelas, yang lain hanya sebagai penonton.
3.   Kurangnya sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran Cooperative Learning.
4.   Kurangnya buku sumber sebagai media pembelajaran.
5.   Terbatasnya pengetahuan siswa akan sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.
Keunggulan kooperatif tipe jigsaw meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Meningkatkan bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan.
Dalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, terdapat kelompok ahli dan kelompok asal. Kelompok asal adalah kelompok awal siswa terdiri dari berapa anggota kelompok ahli yang dibentuk dengan memperhatikan keragaman dan latar belakang. Guru harus terampil dan mengetahui latar belakang siswa agar terciptanya suasana yang baik bagi setiap angota kelompok. Sedangkan kelompok ahli, yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok lain (kelompok asal) yang ditugaskan untuk mendalami topik tertentu untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.
Para anggota dari kelompok asal yang berbeda, bertemu dengan topik yang sama dalam kelompok ahli untuk berdiskusi dan membahas materi yang ditugaskan pada masing-masing anggota kelompok serta membantu satu sama lain untuk mempelajari topik mereka tersebut. Disini, peran guru adalah memfasilitasi dan memotivasi para anggota kelompok ahli agar mudah untuk memahami materi yang diberikan. Setelah pembahasan selesai, para anggota kelompok kemudian kembali pada kelompok asal dan mengajarkan pada teman sekelompoknya apa yang telah mereka dapatkan pada saat pertemuan di kelompok ahli. Para kelompok ahli harus mampu untuk membagi pengetahuan yang di dapatkan saat melakuakn diskusi di kelompok ahli, sehingga pengetahuan tersebut diterima oleh setiap anggota pada kelompok asal. Kunci tipe Jigsaw ini adalah interdependence setiap siswa terhadap anggota tim yang memberikan informasi yang diperlukan. Artinya para siswa harus memiliki tanggung jawab dan kerja sama yang positif dan saling ketergantungan untuk mendapatkan informasi dan memecahkan masalah yang diberikan.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A.    Kesimpulan

Pembelajaran tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya.

B.     Saran


1.      Dalam pembelajaran tiknik Jigsaw, guru harus mampu menyusun pembagian kelompok agar dalam satu kelompok terdiri dari siswa dengan kemampuan/kepandaian yang bervariatif sehingga tidak terjadi ada kelompok yang anggotanya pandai-pandai, sementara pada kelompok lainnya terdiri dari siswa yang kurang pandai.
2.      Guru juga harus bisa bertindak menjadi moderator, menjadi penengah serta menjadi pengambil kesimpulan dari semua pendapat/hasil yang disampaikan semua kelompok.