Kamis, 10 Mei 2012

Pemuda dan Sosialisasi

   A.   Pengertian Pemuda dan Sosialisasi
Pemuda merupakan satu identitas yang potensial sebagai penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber insani bagi pembangunan bangsanya karna pemuda sebagai harapan bangsa dapat diartikan bahwa siapa yang menguasai pemuda akan menguasai masa depan.
Sosialisasi adalah proses yang membantu individu melalui media pembelajaran dan penyesuaian diri,bagaimana bertindak dan berpikir agar ia dapat berperan dan berfungsi,baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.Ada beberapa hal yang perlu kiya ketahui dalam sosialisasi,antara lain: Proses Sosialisasi, Media Sosialisasi dan Tujuan Sosialisasi.
Macam – macam pemuda di lihat dari perannya dalam masyarakat:
1. Jenis pemuda urakan
       Yaitu pemuda yang tidak bermaksud untuk mengadakan perubahan–perubahan dalam masyarakat. Tidak ingin untuk mengadakan perubahan dalam kebudayaan, akan tetapi ingin kebebasan bagi dirinya sendiri, kebebasan untuk menentukan kehendak diri sendiri.
2. Jenis pemuda nakal
       Pemuda-pemuda ini tidak ingin, tidak berminat dan tidak bermaksud untuk mengadakan perubahan dalam masyarakat ataupun kebudayaan, melainkan berusaha memperoleh manfaat dari masyarakat dengan menggunakan tindakan yang mereka anggap menguntungkan dirinya tetapi merugikan masyarakat.
3. Jenis Pemuda Radikal
       Pemuda-pemuda radikal berkeinginan untuk mengadakan perubahan revolusioner. Mereka tidak puas, tidak bisa menerima kenyataan yang mereka hadapi dan oleh sebab itu mereka hadapi dan oleh sebab itu mereka berusaha baik secara lisan maupun tindakan rencana jangka panjang asal saja keadaan berubah sekarang juga.
4. Jenis Pemuda Sholeh
       Pemuda yang dalam setiap tingkah lakunya sehari – hari selalu berpegang teguh terhadap agamanya. Melakukan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

B.  Peran Pemuda dalam Masyarakat

Orang boleh beda dalam menatap, menilai, dan menakar kondisi pemuda . Akan tetapi, satu hal yang pasti, goresan sejarah negeri ini secara jujur mencatatnya. Terlalu banyak cerita heroik yang dapat dikliping dari perjalanan kepemudaan. Sejarah hakikatnya adalah cermin dan pelajaran tentang hidup manusia, refleksi perjuangan, dan dinamika masyarakat.
Oleh karena itu,belajar sejarah kepemudaan tidak cukup dengan menghapalkan cerita tentang Budi Utomo, Sumpah Pemuda, desakan Sukarni kepada Soekarno untuk segera melantunkan kalimat proklamasi, maupun cerita sukses anak-anak muda untuk menumbangkan orde lama.
Kita boleh bangga dengan apa yang disumbangkan oleh kaum muda pada masanya masing-masing. Mereka adalah pahlawan. Itu harus diakui. “bangsa yang besar adalah yang menghormati pahlawannya’’.
Ada beberapa peran yang bisa dilakukan oleh kaum muda di Indonesia dengan melihat sejarah pergerakan mereka, yakni berperan memberi semangat kepeloporan. Semangat ini adalah “virus psikologis” sebagai anergi dan daya dorong bagi pembaruan.  Virus ini lahir dari kesadaran sosial dan kemanusiaan.
Semangat sejarah kepeloporan kaum muda pada hakikatnya adalah etik untuk menegakkan kebenaran dan fitrah kemanusiaan. Pada tataran yang lebih praktis, etika perjuangan itu akan menjadi lokomotif kaum muda untuk memperjuangakan dan membangun tatanan politik yang terbuka.
Peran pemuda dalam kehidupan begitu amat penting. Yang utama perlu dilakukan pemuda adalah berperan menjadi pelopor agar bisa melahirkan kesadaran sosialisasi baru dalam menyelisaikan problem-problem kemanusian dan keummatan.

C.  Peran Pemuda dalam Pergerakan Nasionalisme

Peran nyata pemuda dan mehasiswa dalam 5 gelombang nasionalisme di Indonesia, yang berulang hampir 20 tahun sekali dapat kita lihat dari perjalanan sejarah nasional, sejak kebangkitan nasional 1908, Sumpah pemuda 1928, kemerdekaan 1945, bangkitannya orde baru 1966, dan bangkitnya orde reformasi 1998.

Angkatan 1908 lebih banyak melakukan perintisan rasa dan semangat nasionalisme yang kemudian semakin dimatangkan pada momentum Sumpah Pemuda tahun 1928, sementara angkatan 1945 lebih berorientasi pada semangat dan api revolusi. Angkatan 1966 terlibat pada pergulatan politik menentang PKI, sedangkan angkatan 70-an lebih banyak terlibat tentang wacana keadilan ekonomi dan politik.

Mencermati catatan historis tersebut, tampak bahwa sejarah kepemudaan itu dibangun diatas idealisme dan komitmen sosial kaum muda. Peran kaum muda sebetulnya merupakan terjemahan dari dinamika antara idealisme dan realitas sosial yang dihadapi.

Generasi muda adalah penentu perjalanan bangsa dimasa berikutnya. Mahasiswa sebagai inti dari generasi muda, mempunyai kelebihan dalam pemikiran ilmiah, selain semangat mudanya, sifat kritisnya, kematangan logikanya, dan ‘kebersihan-nya’ dari noda orde masanya. Mahasiswa adalah motor penggerak  utama perubahan. Mahasiswa di akui perannya sebagai kekuatan pendobrak kebekuan dan kejumudan masyarakat.

Widodo Dwi Putro, peneliti LP3ES Jakarta, mengupas tentang nasionalisme di rublik opini kompas Rabu 11 Juni 2003 dengan baik, melalui tulisanyan yang berjudul “Nasionalisme gelombang Keempat.” Ia mendifinisikan nasionalisme sebagai sikap dan tingkah laku individu atau masyarakat yang merujuk pada loyalitas dan pengabdian terhadap bangsa dan negarannya.
Namun, secara empiris, nasionalisme tidak sesederhana definisi itu, lanjut widodo. Nasionalisme tidak seperti bangunan statis, tetapi selalu dialektis dan interpretatif sebab nasionalisme bukan pembawaan manusia sejak lahir, melainkan sebagai hasil peradaban manusia dalam menjawab tantangan hidupnya. Terbukti dalam sejarah Indonesia, kebangkitan rasa nasionalisme di daur ulang kembali oleh para mahasiswa dan pemuda karena mereka merasa ada yang menyimpang dari perjalanan nasionalisme bangsanya.

D.  Masalah-Masalah Generasi Muda

Sebagai sosok manusia yang penuh idealisme dan rasionalis, pemuda acapkali di hadapkan pada berbagai masalah yang di hadapi dan menginginkan penyelesaian masalah dengan serba cepat dan segera. Pandangan-pandangan yang dimiliki kaum muda tidak jarang dengan kaum tua. Bahkan, pada bagian-bagian tertentu, keduanya sering terlibat konflik.
Perbedaan dan pertentangan antara kaum muda dan orang tua secara universal disebabkan oleh adanya perubahan sosial yang cepat. Melalui perubahan itu, terciptalah konflik antara keduanya karena adanya alasan-alasan perbedaan yang sifatnya intrinsik dan perbedaan yang sifatnya ekstrinsik. Di sisi lain, masalah yang dihadapi pemuda berada di luar dirinya. Munculnya berbagai permasalah sosial yang melibatkan atau dilakukan pemuda. Apabila permasalah ini tidak memperoleh perhatian atau penanganan yang bijaksana, akan terjadi dampak yang luas dan menggangu kesinambungan, kestabilan dalam pembangunan nasional, bahkan mungkin akan mengancam integrasi bangsa.
Permasalahan lainnya adalah ketahanan budaya dan kepribadian nasional dikalangan pemuda yang semakin luntur, yang disebabkan cepatnya perkembangan dan kemajuan teknologi komunikasi. Hal ini merupakan dampak dari derasnya arus informasi global yang berdampak pada penetrasi budaya asing sehingga memengaruhi pola pikir, sikap, dan perilaku pemuda Indonesia. Persoalan tersebut dapat di lihat dari kurang berkembangnya kemandirian, kreativitas, serta produktivitas dikalangan pemuda sehingga kurang dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan karakter bangsa.

E.  Media dan Tujuan Sosial

Proses sosialisasi akan dilalui oleh manusia sepanjang hidupnya, tak terkecuali para pemuda akan terus-menerus menghadapi proses sosialisasi ini. Sosialisasi dapat dilakukan melalui beberapa sarana (media). Media yang biasa dipakai untuk sosialisasi adalah:
A.  Keluarga, Orang pertama yang mengejarkan hal-hal yang berguna bagi perkembangan dan kemajuan hidup manusia.
B.  Teman sepermainan dan sekolah, Disni anak mulai mengenal harga diri, citra diri, dan hasrat pribadi. Kaidah-kaidah kehidupan yang dilalui oleh anak melalui interaksi.
C.  Lingkungan kerja, merupakan proses sosialisasi lanjutan. Ditempat kerja, seseorang mulai berorganisasi secara nyata dalam suatu sistem.
D.  Media massa, dikatakan sebagai sarana dalam proses sosialisasi karena  banyak memberikan informasi yang dapat menambah wawasan tentang permasalahan yanga ada disekitarnya.

F.  Tahap-tahap Sosialisasi

Menurut tahapanya, sosialisasi dapat dilakukan dengan dua tahap, yaitu:
1.    Sosialisasi Primer, yaitu sosialisasi yang pertama dijalankan individu semasa kecil, yang harus dijalaninya apabila dia akan menjadi anggota masyarakat. Sosialisasi primer membentuk kepribadian anak ke dalam dunia umum.
2.    Sosialisasi Sekunder, yaitu suatu proses yang dialami individu yang telah disosialisasikan kedalam sektor baru dari dunia objektif masyarakatnya. Dalam tahap ini, individu diarahkan untuk lebih bersikap professional.
Dalam masyarakat yang homogeny, proses sosialisasi bisa berjalan dengan serasi pola yang sama, karena nilai-nilai yang di transmisikan dalam proses sosialisasi itu sama. Adapun dalam masyarakat yang heterogen dimana banyak bertarung nilai-nilai yang ada dalam suatu kelompok, proses sosialisasinya sangat berbeda.
Sebenarnya, sosialisasi bagi manusia akan terus berlangsung selama dia hidup. Mulai ia dilahirkan, sampai meninggal dunia. Proses dan bentuk sosialisasi sangatlah berbeda dan bergantung pada masa mana seseorang itu berada. Setidaknya, siklus kehidupan manusia itu ditentukan oleh beberapa masa, yaitu  masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa, dan masa tua, dan menuju kematian.


G.  Peran Orang Tua dalam Sosialisasi

Pada usia batita, peranan ibu relatif sangat besar. Hal ini terbukti dari hasil berbagai penelitian, baik dalam bidang antropologi, sosiologi, dan psikologi.
Sejak dilahirkan, seorang anak telah memp[unyai sesuatu, sehingga yang selanjutnya terjadi adalah proses penyesuaian antara faktor-faktor intern dengan pengaruh yang datang dari luar. Selain itu, ia juga dilengkapi dengan organ tubuh dan kemampuan tertentu untuk berinteraksi dengan orang lain. Dalam situasi yang relatife normal, pihak pertama yang dihubungi adalah ibunya. Hubungan ibu pada tahun pertama lebih erat dibandingkan dengan hubungan terhadap Ayahnya.
Semakin anak itu tumbuh besar, pengendalian atau pengawasan dari orang tua perlu semakin ditingkatkan. Peran orang tua dalam proses sosialisasi pada saat ini sangat penting. Menurut penulis, peran orang tua dalam proses sosialisasi ini ialah sebagai agent of social control terhadap anak-anaknya. Peran itu dilakukan melalui suatu pengendalian social, yaitu menerapkan pengendalian sosial dan mewujudkan pengendalian sosial itu terhadap anaknya. Melalui upaya pengendalian sosial, sosialisasi sebagai suatu upaya menanamkan nilai suatu kelompok keluarga mudah dicapai.
Perlu disadari bahawa cara pengendalian diri tidak semata-mata terdiri dari paksaan, hukum, dan seterusnya. Arti sesungguhnya pengendalian sosial adalah jauh lebih laus, meliputi segala proses, baik yang direncanakan atau tidak,yang bersifat mendidik, mengajak, atau bahkan memaksa untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai sosial yang berlaku.

H.  Sosialisasi sebagai Suatu Proses

Manusia pada awalnya tidak tahu apa-apa, kemudian dia belajar memahami nila-nilai yang ada dalam kelompoknya.
Charles  Horton Cooly sebagaimana dikutip oleh Horton and Hunt memperkenalkan konsep “ looking glass self”, yaitu dalam benak individu terjadi suatu proses yang di tandai dengan tiga tahap:
1.    Persepsi , dalam tahap ini seseorang membayangkan bagaimana orang lain melihat dirinya.
2.    Interpretasi dan definisi, disini seseorang membayangkan bagaimana orang lain menilai penampilanya.
3.    Respons, berdasarkan persepsi dan interpretasi individu tersebut kemudian menyusun respons.
Proses sosialisasi pada seorang anak di awali dari orang tua yang mengekspresikan dirinya, kemudian ekspresi tersebutdi identifikasi dan di internalisasikan menjadi peran dan sikap oleh anak, sehingga terbentuk self si anak. Proses sosialisasi akan melahirkan kedirian dan kepribadian seseorang. Kedirian (self) sebagai suatu produk sosialisasi, merupakan kesadaran terhadap diri sendiri dan memandang adanya pribadi orang lain di luar dirinya.
Kepribadian terbentuk, hidup dan berubah seirama dengan jalanya proses sosialisasi. Oleh karena itu, paling tidak ada beberapa faktor yang menentukan kepribadian, yaitu:
Ø Keturunan
Ø Lingkungan
Ø Tempat tinggal
Semua faktor di atas akan memberikan pengaruh terhadap seseorang atau pemuda yang akan membentuk kepribadiannya.

I.    Sosialisasi Pemuda

Setelah membicarakan mengenai sosialisai secara teoritis di atas, kini akan dijelaskan tentang bagaimana pemuda di sosialisasikan. Faktor lingkungan (keluarga, tempat tinggal, tempat bekerja) merupakan faktor pengaruh pertama dalam membentuk kepribadian para pemuda.
Seseorang mulai mengalami proses sosialisasi sejak ia berusia 10 tahun. Selanjutnya ia akan terus-menerus menghadapi beragam nilai, norma, dan kaidah yang akan diterimanya untuk dipilih dan dilakukannya. Interaksi pemuda dengan lingkungan mikro dan makro ikut serta member warna bagaimana ia menerima dan memilih tingkah laku. Pengalaman demi pengalaman akan di perolehnya, terutama pada masa transisi dari muda menjelang dewasa, ketika terjadi konflik nilai. Oleh karena itu, pendekatan agen sosialisasi kepada mereka hendaklah cukup fleksibel dan mampu memahami akar masalah kepemudaan khususnya.
Pembinaan terhadap generasi muda ditunjukan untuk menyalurkan aktivitasnya pada arah yang positif, baik melalui jalur formal pendidikan mulai dari SMP sampai perguruan tinggi dan jalur informal seperti organisasi lainnya. Yang tak kalah pentingnya adalah melalui kegiatan olah raga dan seni.
Masalah sosialisasi yang dihadapi pemuda tidaklah mudah. Diperlukan kebijakan yang koordinatif baik oleh pihak pemerintah, orang tua, sekolah, dan agen sosialisasi lainnya agar pembinaan generasi muda dapat di capai sebagaimana dalam Propenas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar